Pranarka, Sumodiningrat (Sumodiningrat, 2000 dalam Ambar Teguh, 2004: 78-79) menyampaikan: pemberdayaan sebenarnya merupakan istilah yang khas Indonesia daripada Barat. Di barat istilah tersebut diterjemahkan sebagai empowerment, dan istilah itu benar tapi tidak tepat.
Pemberdayaan yang kita maksud adalah memberi “daya” bukan “kekuasaan” daripada “ pemberdayaan” itu sendiri. Barangkali istilah yang paling tepat adalah “energize” atau katakan memberi “energi” pemberdayaan adalah pemberian energi agar yang bersangkutan mampu untuk bergerak secara mandiri.
Bertolak pada kedua pendapat diatas dapat dipahami bahwa untuk konteks barat apa yang disebut dengan empowerment lebih merupakan pemberian kekuasaan daripada pemberian daya. Pengertian tersebut sangat wajar terbentuk, mengingat lahirnya konsep pemberdayaan di barat merupakan suatau reaksi atau pergulatan kekuasaan, sedangkan dalam konteks Indonesia apa yang disebut dengan pemberdayaan merupakan suatu usaha untuk memberikan daya, atau meningkatkan daya (Tri Winarni, 1998: 75-76).
Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat, Winarni mengungkapkan bahwa inti dari pemberdayaan adalah meliputi tiga hal yaitu pengembangan, (enabling), memperkuat potensi atau daya (empowering), terciptanya kemandirian (Tri Winarni, 1998: 75).
Pada hakikatnya pemberdayaan merupakan penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Logika ini didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa memiliki daya. Setiap masyarakat pasti memiliki daya, akan tetapi kadang-kadang mereka tidak menyadari atau daya tersebut masih belum diketahui secara eksplisit. Oleh karena itu daya harus digali dan kemudian dikembangkan. Jika asumsi ini berkembang maka pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya.
Pemberdayaan memiliki makna membangkitkan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas dalam menentukan masa depan mereka (Suparjan dan Hempri, 2003: 43). Konsep utama yang terkandung dalam pemberdayaan adalah bagaimana memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk menentukan sendiri arah kehidupan dalam komunitasnya.
Pemberdayaan memberikan tekanan pada otonom pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat. Penerapan aspek demokrasi dan partisipasi dengan titik fokus pada lokalitas akan menjadi landasan bagi upaya penguatan potensi lokal. Pada aras ini pemberdayaan masyarakat juga difokuskan pada penguatan individu anggota masyarakat beserta pranata-pranatanya. Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan ini adalah menempatkan masyarakat tidak sekedar sebagai obyek melainkan juga sebagai subyek.
Konteks pemberdayaan, sebenarnya terkandung unsur partisipasi yaitu bagaimana masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan, dan hak untuk menikmati hasil pembangunan. Pemberdayaan mementingkan adanya pengakuan subyek akan kemampuan atau daya (power) yang dimiliki obyek. Secara garis besar, proses ini melihat pentingnya proses ini melihat pentingnya mengalihfungsikan individu yang tadinya obyek menjadi subyek (Suparjan dan Hempri, 2003: 44).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar