Strategi Pendamping
para pendamping menggunakan strategi pemberdayaan desa dari dua sisi, yaitu mendorong terciptanya masyarakat desa yang aktif dan partisipatif serta mendorong terciptanya pemerintahan desa yang berkualitas dan responsif. Jadi dalam kerja pemberdayaannya, para pendamping sesungguhnya tidak hanya melakukan kerja teknokratis administratif, tapi juga politis. Teknokratis yang dimaksud, para pendamping menjadi fasilitator sekaligus mitra pembelajar pemerintah desa dalam menyiapkan berbagai instrumen kebijakan perencanaan dan penganggaran pembangunan, sehingga pemerintah desa memiliki dokumen perencanaan program prioritas pembangunan desa (RPJMDesa, RKPDesa) dan dokumen anggaran dan keuangan desa (RAPBDesa, APBDesa dan LKPJ). Pendekatan politik yang dimaksud yaitu menguatkan demokratisasi desa, mengangkat representasi masyarakat desa ke atas arena politik kebijakan pembangunan lokal desa dan kawasan perdesaan, sehingga tercipta konsolidasi dan kolaborasi substantif antara masyarakat dengan pemerintah desa melalui gerakan partisipasi masyarakat dalam ruang perencanaan dan penganggaran pembangunan desa.
Ujungnya, yaitu terciptanya pemanfaatan Dana Desa yang efektif, efisien, akuntabel dan berdaya guna bagi masyarakat. Selama tahun-tahun pelaksanaan UU Desa, utamanya dari sisi pelaksanaan kebijakan Dana Desa, di mana pemerintah, sekali lagi dalam hal ini Kemendesa PDTT, mengiringinya dengan program pendampingan desa, sesungguhnya telah melahirkan keberhasilan berupa perubahan dan kemajuan desa. Perubahan dan kemajuan termaksud dapat dilacak dari performa tangible maupun intangible desa-desa di Nusantara saat ini.
Perubahan fisik sangat mudah diketahui, karena rata-rata desa saat ini telah mewujudkan belanja anggarannya untuk membangun berabagai jenis sarana dan prasarana fisik desa dalam porsentase anggaran yang lebih tinggi dari pada pos belanja bidang pemberdayaan dan pembinaan kemasyarakatan desa Sebagaimana akan kita simak nanti pada bagian lain buku ini, kerjakerja kolaborasi pendamping dengan dengan masyarakat desa dan pemerintah desa telah mampu memroduksi perubahan dan kemajuan desa baik perubahan yang bersifat tangible seperti bangunan sarana pendidikan, saluran irigasi, drainasi, rumah layak huni dan jembatan maupun peruaban yang bersifat tangible seperti kegotong-royongan, tata kelola aset alam dan keuangan desa, dan tumbuhnya ekonomi lokal.
Perubahan dan kemajuan desa dalam rupa intangible dapat diketahui dari kemampuan (expertize) pemerintah desa dan masyarakatnya dalam memanfaatkan power berupa kewenangan desa. Kewenangan desa telah mampu diekstraksi oleh desa menjadi energi peubah dari dalam desa (changing from within), sehingga transformasi desa dari desa tertinggal ke desa berkembang, atau dari desa berkembang menjadi desa mandiri berjalan dengan menggembirakan. Energi peubah dari dalam desa sendiri tersebut, sekali lagi dapat berupa “pemerintah desa dan masyarakat telah mampu menunjukkan kemampuannya mengelola kewenangan desa sebagaimana diakui oleh UU Desa yaitu kewenangan desa berskala lokal desa dan kewenangan berdasarkan hak asal usul. Pemberian kewenangan kepada desa ini juga menyublimasikan energi positif pada desa untuk melindungi aset sosial, sumber daya alam, hingga kedaulatan politik lokal dan kawasan perdesaan.
Melalui pelaksanaan kebijakan DD, kebutuhan dan kepentingan masyarakat berskala kewenangan desa mampu dijawab oleh desa sendiri tanpa harus bergantung pada kebijakan politik anggaran daerah sebagaimana era sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar