PERMASALAHAN KEMISKINAN PERDESAAN
Þ Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang sekarang bernama Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan dikembangkan sebagai media untuk membangun kesadaran masyarakat dan semua pihak terhadap perubahan dan nafas pembangunan. Gagasan awal dari PNPM Mandiri Perdesaanyaitu, dalam kondisi krisis dan proses pemiskinan yang bekepanjangan ini belum adanya sistem perlindungan sosial yang efektif, besarnya kelompok rentan (vulnerable) di tingkat perdesaan selalu meningkat dan pada akomulasi tertentu sampai akan menghancurkan cadangan utama penyelamatan (safety first) di masyarakat perdesaan (Scott, 1989:7).
Þ Hancurnya sistem sosial, modal sosial seperti sarana prasarana, menurunnya tingkat kualitas hidup, mandeknya sistem ekonomi kerakyatan, tak berfungsinya kelembagaan di tingkat masyarakat perdesaan sebagai akar penyebab dari kemiskinan.
Þ Secara umum Buku Pedoman Komite Penanggulangan Kemiskinan (2002) menyatakan bahwa masyarakat miskin ditandai adanya ketidakberdayaan atau ketidakmampuan (powerlessness) dalam hal: a) memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan (basic need deprivation); b) melakukan kegiatan yang tidak produktif (unproductiveness); c) tidak bisa menjangkau akses sumber sosial dan ekonomi (inaccessability); d) menentukan nasibnya sendiri dan senantiasa mendapatkan perlakukan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis dan vatalistik (vurnerability) dan; e) membebaskan diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa mempunyai martabat harga diri yang rendah (no freedom for poor).
Þ Pengertian Kemiskinan yang ekstrem menurut sebagian para ahli yaitu ditandai dalam situasi kemiskinan ekstrem ada enam macam modal kapital: 1) Human Capital (modal sumber daya manusia); 2) Business Capital (modal usaha / perdagangan); 3) Infrastructure (prasarana / rangka dasar); 4) Nature Capital (modal sumber daya alam); 5) Public Institusional Capital (lembaga-lembaga umum / publik) dan; 6) Knowledge Capital (modal pengetahuan / penguasaan pengetahuan)
Þ Sementara itu target Pengentasan Kemiskinan menurut Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, 191 negara anggota PBB berjanji untuk:
§ Menghapus kemiskinan absolut dan kelaparan sampai separuh dari jumlah yang ada saat ini.
§ Mencapai pendidikan dasar yang universal bagi semua anak perempuan dan laki-laki.
§ Mendorong kesetaraan jender di semua tingkat pendidikan dan pemberdayaan perempuan.
§ Menurunkan angka kematian bayi dan anak dari dua per tiganya dari jumlah saat ini
§ Meningkatkan kesehatan ibu dan mengurangi sampai tiga per empat jumlah anggka kematian ibu hamil dan melahirkan
§ Memberantas HIV / AIDS dan penyakit-penyakit infeksi penyebab utama kematian.
§ Menjamin keberlanjutan lingkungan dengan memasukkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam berbagai kebijakan dan program negara.
§ Membangun kemitraan global untuk pembangunan dengan mengembangkan sistem perdagangan terbuka dan sistem keuangan berbasis hukum, teratur, dan tidak diskriminatif.
Þ Pengertian Kemiskinan Menurut Biro Pusat Statistik (BPS)?
§ Terdapat ada 14 Variabel Penentu Kemiskinan yaitu:
1) Luas lantai per kapita
2) Jenis lantai bangunan tempat tinggal
3) Jenis dinding tempat tinggal
4) Fasilitas buang air besar
5) Sumber air minum
6) Sumber penerangan rumahtangga
7) Bahan bakar untuk masak
8) Kemampuan membeli daging/ayam/susu per minggu
9) Frekwensi makan per hari
10) Kemampuan beli baju baru per tahun
11) Kemampuan untuk berobat di puskesmas / poliklinik
12) Lapangan pekerjaan kepala rumahtangga
13) Pendidikan tertinggi kepala rumahtangga
14) Pemilikan asset
§ Terdapat Empat (4) Variabel Intervensi
1) Keberadaan balita
2) Keberadaan anak usia 7 – 18 tahun
3) Partisipasi WUS berstatus kawin dalam KB
4) Penerimaan kredit usaha
Þ Menurut Combers (1983: 145) unsur-unsur kemiskinan terjalin erat dalam suatu mata rantai dan ada sekitar dua puluh (20) pola kemungkinan hubungan kausal yang dalam keadaan negatif membentuk semacam jaringan untuk menjebak orang dalam kemelaratan. Perangkat tersebut berasal dari kemiskinan sebagai faktor utama yang berakibat ke dalam kelemahan fisik, kerawanan, kerentanan, ketidakberdayaan dan terisolasinya dari akses yang lebih luas.
Þ Korten (1972: 15) menyebutnya sebagai akibat dari pemusatan kekayaan dan kekuasaan, adanya sistem lingkungan yang rapuh dan adanya lembaga modern atau internasional yang ternyata tidak tepat untuk untuk mengatasi kondisi dan tingkat kebutuhan masyarakat.
Þ Sementara itu, Yujiro dan Kikuchi, (1987: 158) yang pernah melakukan penelitian ekonomi desa di Indonesia yang ikut memperparah kemiskinan struktural mengemukakan bahwa adanya perubahan secara dramatis (polarisasi) dalam sistem kelembagaan desa, menjadi salah satu indikator bahwa permasalahan polarisasi tersebut menjadi ancaman terbesar bagi daya kekebalan (resistensi) masyarakat perdesaan.
Þ Berkaitan dengan berbagai persoalan kemiskinan tersebut dapat merumuskan bahwa permasalahan kemiskinan disebabkan adanya: a) permasalahan finansial atau kebutuhan masyarakat sebagai akibat langsung pada permasalahan ekonomi, sarana prasarana dan kualitas hidup mereka; b) kemiskinan dilihat dari masalah struktural (kebijakan negara, pemerintah pusat, daerah, pemerintah desa salah satunya tidak adanya informasi yang transparan di tingkat masyarakat) yang berakibat langsung atau tidak langsung pada masyarakat menjadi miskin; c) permasalahan mentalitas atau masalah sumber daya manusia (tingkat pendidikan, pengalaman hidup, dan lain-lain); d) permasalahan tidak adanya cadangan devisa (safety net) di tingkat masyarakat atau kelompok masyarakat.
Þ Misalkan tidak mempunyai sawah, pekarangan, ternak, harta benda (emas atau perak) dan lain sebagainya; dan e) permasalahan dari kerentanan usaha (kemiskinan potensial/ produktif) artinya mereka menjadi tidak miskin apabila dimungkinkan adanya pinjaman usaha atau akses usaha.
Þ Ada dua peran yang vital bagi program ini dalam memenuhi kebutuhan masyarakat miskin dan sekaligus menyumbang kepada perkembangan sektor keuangan mikro di perdesaan: a) perlunya prioritas pemberian kredit kepada masyarakat miskin (termasuk di dalamnya perempuan) yang mempunyai peluang untuk mengembangkan usaha yang menguntungkan tetapi tidak memenuhi kredit dari lembaga keuangan; b) perlunya kemandirian dan pengembangan lembaga keuangan mikro yang mampu memberikan pelayanan kredit bagi golongan miskin secara sehat dan; pengurangan kemiskinan dan pengangguran.
Þ Hal ini sejalan dengan pendapat Heilbroner (1994: 45-46) bahwa perlu adanya sikap baru dalam kegiatan ekonomi di antaranya masyarakat yang berdasarkan status harus digantikan dengan yang berdasarkan kerja. Tatanan masyarakat di mana orang dilahirkan untuk menjalankan peranan tertentu dalam suatu masyarakat dengan masyarakat di mana orang bebas untuk menjalankan peran yang diinginkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar