Akar Masalah dan Penyebab Kemiskinan di Perdesaan
Þ Margono (1978 : 1-3) mengemukakan bahwa masalah perdesaan, ditinjau dari segi pembangunan, adalah adanya kesenjangan antara situasi yang ada dengan situasi yang diinginkan. Adanya suatu situasi baru yang diinginkan tetapi tidak tercapai juga menimbulkan ada masalah.
Þ Di dalam kegiatan pembangunan desa, masalah akan muncul secara terus menerus dan dalam bentuk yang bermacam-macam. Penyebabnya, juga berbeda sehingga diperlukan proses identifikasi masalah untuk menentukan mana yang prioritas, yang mudah dipecahkan dan yang sulit dipecahkan
Þ Pengalaman empiris menunjukkan bahwa masalah rumit di desa ternyata mudah dipecahkan oleh masyarakat, karena faktor penyebabnya secara dini sudah diketahui masyarakat.
Þ Sering terjadi ada kasus-kasus kecil yang sebenarnya penting untuk mendapat perhatian tetapi masyarakat baru bertindak setelah keadaan semakin memburuk.
Þ Dorodjatun (1994:1) mengemukakan bahwa masalah-masalah pokok masyarakat desa terdiri dari keterbelakangan dan kemiskinan, atau lebih tepat disebut masalah struktur yang menampilkan diri dalam wujud makin buruknya perbandingan antara luas tanah dan jumlah individu dan pola pemilikan atas tanah.
Þ Hal ini mendorong meningkatnya jumlah pengangguran baik terselubung maupun terbuka, serta berlakunya upah yang rendah. Selain itu, meningkat pula jumlah kaum miskin di kalangan petani atau masyarakat.
Þ Sehingga pemerintah dari pemerintahan lokal sampai pusat perlu menyadari adalah masalah yang mendasar yang menjadi pangkal problema pembangunan perdesaan yang perlu mendapat perhatian, yaitu: a) pemikiran mendasar tentang dua titik tolak strategi pembangunan desa yang berlawanan yaitu pola strategi yang bersifat perencanaan dari atas dengan pola strategi perencanaan dari bawah; b) masyarakat desa menghadapi masalah kemiskinan, keterbelakangan, dan ketidaktahuan; c) masalah kepemilikan tanah yang semakin sempit dan terbatasnya peluang kesempatan kerja di luar sektor pertanian yang mendorong tingginya tingkat pengangguran dan urbanisasi; d) potensi pembangunan Indonesia yang terdapat di desa, yang apabila dilaksanakan dengan konsisten, maka pembangunan desa akan mampu mendorong akselerasi pemecahan masalah nasional yang multidimensi.
Þ Sayangnya, telah terjadi dekadensi kehidupan ekonomi dan sosial budaya di perdesaan, akibat kesalahan strategi pembangunan yang berorientasi pada pemusatan pembangunan industri di kota-kota yang menggunakan bahan baku impor.
Þ Irawan dan Kartjono (1985:21) mengemukakan, di Indonesia masalah pokok perdesaan adalah kemiskinan dan keterbelakangan. Gambaran dari kemiskinan dan keterbelakangan tersebut adalah: a) pendapatan mayoritas penduduk rendah; b) adanya kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin; dan c) kurangnya partisipasi masyarakat miskin dalam pembangunan. Di samping dalam pembangunan pedsaan terdapat konsep “Pembangunan Perdesaan Terpadu” (Intregrated Rural Development-IRD) dan pendekatan ini sangat populer di negara berkembang.
Þ Seperti yang dikemukakan Waterson (dalam Andrina Cs., 1991: 368) yang mengajukan 6 unsur yang harus ada dalam pendekatan IRD yaitu: a) pertanian padat karya; b) pekerjaan umum skala kecil yang menyerap tenaga kerja; c) industri ringan berskala kecil yang di bangun di dalam dan di sekitar daerah pertanian; d) swasembada lokal dan partisipasi dalam pengambilan keputusan; e) pembangunan hirarki perkotaan yang mendukung pembangunan perdesaan; dan f) kerangka kerja institusional yang tepat guna utuk kemandirian koordinasi program multisektoral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar